Rabu, 12 Februari 2014

Puisi yang Hilang



Aryo adalah sosok orang yang tinggi sedang. dengan wajah oval, dia termasuk pria tampan di kelasnya. Akan tetapi, pria tampan yang belum pernah melabeli perempuan sebagai mantanya. Kulitnya sawo matang, dengan mata sayu tatapanya. Rambutnya sedikit panjang tapi tidak terlihat menakutkan, karna wajah melancholi yang selalu di perlihatkan.

Setelah beberapa hari ini melihat wajah sendunya. akhirnya dia bercerita juga ketika ku membaca buku pada sore itu, dalam tenang dia berjalan ke arahku lalu duduk bersila di hadapanku, dia yang biasa di sebut Aryo masih duduk diam di hadapanku hingga mulai membuka mulut untuk bercerita.

                Aku mengenalnya pada siang tidak begitu sore, di tempat biasa ku meletakkan kendaraanku. Awal pertemuan di parkiran, kita hanya saling pandang dalam dia, hanya saling pandang, hingga ku sibuk tuk memasukan kendaraanku dan dia sibuk tuk mengeluarkan kendaraannya. aku baru saja pulang dari penatnya kuliah, dan dia mungkin baru saja akan kuliah dengan harum aroma tubuhnya juga ayu nan elok paras wajahnya.

Ku tutup buku bacaanku dan ku letakkan di hadapanku tuk mendengar keseriusan cerita Aryo yang masuk ke dalam telingaku, untuk kali ini dia benar-benar serius akan apa yang di ucapkanya, guratan wajahnya tak bisa menipuku, juga kesedihan ataukah kehilangan yang terpancar dari keseriusan matanya menatapku.

                Sejak saat itu fikiranku tak bisa ku alihkan dari wajahnya, aku tak tahu apa itu hingga ku tepiskan jauh dan ku ganti dengan fikiran akan urusan lain, urusan yang yah.. kau tahu sendiri, dari deadline, tugas kuliah juga kewajiban yang harus aku penuhi. Walau seperti yang pernah aku ceritakan kepadamu entah itu tekanan, motivasi, ataukah tujuan lain yang selalu di ucapkan teman-teman kopi ku, karena tak pernah ada wanita di dekatku. Ingin ku tepiskan jauh, semua perkataan mereka yang pernah mereka katakan kepada ku, lalu kubuktikan pada mereka aku bisa membawa wanita untuk mau berada di dekatku, bukan hanya tuk berada di dekatku tapi juga tuk menemani setiap langkahku.

Itulah Aryo dengan segala kesibukanya, memang tidak hanya kuliah, berorganisasi pun juga di jalaninya. Aku  tak berani tuk berbicara menyela perkataan Aryo, terus ku dengarkan karena aku mulai menerka jawaban akan tingkah lakunya, yang entah karena apa akhir-akhir ini menjadi sedikit berubah.

Jam pun masih menunjukan pukul setengah sebelas malam, dimana mereka semua (teman kamar ku) sudah tertidur pulas dalam lautan karpet merah sebagai alas tempat tidur mereka, sesekali ada yang ngelindur atau meregangkan badan untuk mengatur posisi tidur mereka. Memang seperti ini kehidupan di dalam asrama.

                hari hari pun berganti, waktu juga kembali mengatur posisi, tidak dari angka awal tapi dari angka sesudahnya. Ketika itu aku sudah jarang kembali ke rumahku. rumah keduaku, lebih tepatnya rumah tempatku berteduh untuk sementara waktu. Banyak yang sudah ku tinggal dari apa yang seharusnya aku lakukan di tempat itu, teman kamarku, barang-barangku juga semua isi yang berada di tempat itu. Ingin ku coba tuk menyapa mereka lagi, tapi aku belum tahu entah kapan waktu itu datang tuk menyapaku.
                dia.. bunga yang sempat membuatku terkesima waktu itu. tak ku sangka, muncul di hadapanku di tempat yang sama dengan situasi yang juga sama, aku memandangnya dia juga memandangku, hanya beberapa saat hingga kami kembali pada kondisi normal.

Aryo terdiam, tak tahu mencoba tuk mengingat atau mencoba tuk mengkondisikan dirinya. Di samping aku pamit pergi membuatkan kopi juga mengambilkan dua batang rokok untuk kita berdua.
Ku letakkan kopi di antara kita lalu menyulut sebatang rokok yang ku apit di sela jari telunjuk dan jari tengahku. Di ambilnya satu, lalu di sulut dengan pemantik api yang terbuat dari kayu, yang sering di kenal sebagai korek e wong g nduwe. Satu sedotan dan dua sedotan dia melanjutkan apa yang diceritakanya kepadaku.

                Pertemuan kedua itu semakin membuatku tak tahu apa yang ada di fikiranku, omongan setiap orang muncul dari ingatanku entah nasehat, entah motivasi entah itu hanya tekanan atau gurauan semata. Ingin ku bercerita kepada temanku yang aku jamin kau tahu siapa, akan tetapi ku fikir percuma karena kadang dia hanya diam menyikapinya, disamping kita sudah jarang tuk saling menyapa. Aku memilih untuk diam berfikir dengan alunan lagu, dan membuat keputusan dengan segala pertimbangan, yah.. sekali lagi kau tahu, aku orang yang penuh dan terlalu banyak akan sebuah pertimbangan, bodohnya aku.
Dalam diam ku ambil sebuah keputusan, dengan keyakinan ku coba tuk melakukan. kali ketiga ku kan menyapanya, lalu mencoba tuk berkenalan denganya, dan meminta nomer handphonenya. Hari itu pun tiba, di tempat yang sama pada kondisi yang sebaliknya, dia datang dengan beban kuliah di kepalanya, dan aku bersiap tuk berangkat dengan tekad tuk bermaksud menyapanya. Kejadian itu berlangsung singkat, hingga ku tahu siapa namanya juga nomer handphonenya. Dengan itu, dagu wajahku sudah mulai sedikit terangkat untuk menghadapi teman-teman ngopiku.
Tanpa menunggu lama, dua-tiga hari ku sudah mulai akrab denganya, sms juga telfon jadi kegiatan sehari-hari buat kita, hingga kita jadi sedikit lebih kenal dari sebelumnya. kotak sms sudah penuh dengan sms nya, hingga suatu ketika seseorang membacanya dan menyudutkanku untuk mau bercerita tentang siapa si bunga itu. Aku bercerita hingga beberapa orang jadi tahu. Beberapa hari setelah itu sudah jarang teman kopiku berbicara soal wanita di depanku. motivasi, tekanan, atau apalah itu sudah jarang aku dengarkan. Mungkin mereka sudah bosan atau memang sudah tidak ada yang bisa tuk di bicarakan.

Panjang Aryo bercerita, membuatku tak sadar batang rokok hanya tinggal beberapa sedot saja begitu juga denganya, hingga aku buang lalu aku seruput sedikit kopi hangat buatanku. Berkat kopi dan rokok Aryo menjadi lebih rileks untuk berbicara juga mengatakan semua apa yang sudah membuntu fikiranya, dia memang orang yang lugu, lugu dalam hal tak mengerti soal cinta dan perasaan. yang di lakukan selalu saja sama, terlalu banyak pertimbangan karena ragu untuk melangkah. Tak hanya sekali, tapi berulangkali. Entah kenapa dia sering sekali melakukan itu atau mendapat kejadian yang sama seperti itu. Jika pun berhasil dalam cintanya tentu tak akan lama, hingga tidak jarang ketika perasaanya belum tersampaikan dia akan memilih mundur, dan alasan yang tak masuk akal “mengalah”. lalu Setelah selesai dia akan lupa, entah lupa karena benar lupa atau hanya lupa sementara dengat rasa sakit yang tertinggal.

Sering kali dia tiba-tiba datang dengan wajah ceria, tidak jarang juga ketika dia datang dengan wajah kuyunya, akan apa yang baru saja dilakukanya. entah itu baru berkenalan dengan seorang wanita atau baru saja dilukai wanita yang telah lama dikenalnya. Begitu dan selalu saja begitu, aku kadang heran, bagaimana bisa ada sosok seorang pria seperti Aryo yang selalu berbuat sama dalam hal cinta.

Akhirnya aku bisa menyimpulkan semua cerita panjang yang tadi dia ceritakan. tidak beranjak tidur, ku tetap terjaga dengan membayangkan cerita Aryo yang baru saja disampaikan, dalam diam dengan hembusan setiap batang rokok yang aku rasakan, gambaran kisah Aryo pun melayang.[]

Tidak ada komentar: