Rabu, 12 Februari 2014

Bergulirnya Waktu



Setiap tahun pasti berubah dan semua ada masanya, dimana yang dulu benih sekarang sudah tumbuh juga, mulai batang, ranting, daun dan juga buah. Pohon yang dulu mengayomi sekarang tergantikan sudah, dengan pohon pohon muda yang beranjak tua, mengayomi di bawah rindangnya, dengan semilir angin yang menyejukkan. Tak hanya pohon semua juga pasti ada masanya, tahun demi tahun yang tak lama telah tergantikan dengan tahun demi tahun yang mulai muncul dan menggantikan, bukan sedih tapi jadi saksi, sebuah perkembangan yang terus terjadi, tidak jalan di tempat atau berhenti di situ saja. 

Banyak yang tak terketahui dari rumitnya kehidupan akan tetapi disitulah suatu kenangan akan mewakilkan, oleh segala peristiwa, tempat, waktu, dan juga tidak memandang kejadian ataupun peristiwa, semua pasti terekam walaupun hanya jadi kenangan saja. Masa yang tak pernah lepas oleh asa, semua tak akan sia sia tak akan bisa dimakan usia karna akan jadi sejarah oleh setiap insan yang mewakilinya. Berbicara soal waktu yang tidak akan pernah ada habisnya, hanya bertambah dan terus bertambah membuat banyak orang lupa akan setiap masa dan usianya, tak pernah terkirakan juga tak pernah tersadarkan, akan masa demi masa yang terus hilang, juga waktu demi waktu yang telah tergantikan. 

Menjalani sebuah kehidupan layaknya menulis pada sebuah buku, tak hanya menulis, juga bisa di umpamakan dengan contoh lainya, tergantung orang itu yang menjalani. Bagai menulis, terus menulis, memang tak tahu bakal siapa dan kapan akan dibaca, untuk dikenang atau pun tuk teringatkan. Menulis dan terus menulis, akan semua, seutuhnya sebuah kehidupan yang terjalani atau terlewati, berubah menjadi guratan yang tak tahu hingga sampai kapan. Setiap orang ingin dikenang, entah oleh kelayakan atau ketidak layakan dirinya tuk di kenang. Entah disengaja atau ketidak sengajaan karena terkenang.

Dari bayi hingga tumbuh, tak akan pernah kau tuk menahu, bukan gambar, bukan tulisan, bukan juga dirimu, yang menjadi saksi akan perjalanan hidupmu. Hanya orang-orang di sekitarmu, temanmu, teman masa kecilmu, teman semasa pertumbuhanmu. Yang kan menggambarkan, menuliskan, menjadi sebuah memori kenangan. Lingkaran waktu yang takkan pernah terhindarkan tak juga tuk tertaklukan selalu menyelimuti kehidupan, dengan angkuhnya selalu menjatuhkan atau malah meninggikan setiap insan.

Sebuah pencapaian yang tak pernah tersadarkan, sebuah kehidupan yang semakin lama mulai tak terasakan. Entah ketidak sadaran atau memang sudah tenggelam di dalam sebuah lembah kematian, ataukah terjebak di dalam ke abnormalan yang tak tahu entah sampai kapan. Sudah banyak umpatan yang keluar, entah karna pelampiasan atau secara kebetulan. Sudah banyak juga yang terlewatkan tapi hanya timbul penyesalan, karna hidup di dalam sebuah bayang-bayang yang mulai muncul menghitam.

Kesadaran ini seakan digerogoti oleh sang waktu, penyesalan dan sebuah pertanyaan, hingga timbul suatu kehampaan yang tak bisa tuk di abaikan. Diam dalam renungan sebuah kehampaan, hingga memikirkan waktu, dan terus mengumpat kenapa harus bermusuhan dengan sang waktu, dia tertawa dan terus tertawa, perlahan tapi pasti, entah kan menyadari atau malah tergerus oleh emosi yang tak terkendali. Sang waktu yang tak pernah tuk bertoleransi, dalam cengkramanya, perlahan tapi pasti, yang terjangkiti pun akan mati.

Kematian pun mulai datang tuk menjangkiti dalam nikmatnya, dia terus menggerogoti. tak kenal lelah karna memang tak pernah tuk bisa merasakan lelah. Tak mudah tuk putus asa karna mereka tak punya asa. Tak jauh beda, mereka juga sama angkuhnya, tak peduli siapa, entah kapan waktunya atau dimana tempatnya, tak juga peduli harus seperti apa kondisinya ataupun dalam posisi apa,  ia akan senantiasa tuk menyalami lalu mengiringi. Begitu berat jika sadar harus bermusuhan dengan mereka, karena jangankan tuk  menghindar menyerang tuk membelapun tak akan terlaksana, pada akhirnya hanyalah menerima dengan seutuhnya.

Dalam kebingungan penuh tanya dalam hampa, yang hanya kan tertawa oleh karena orang lain saja. Hanya sebagai saksi tanpa bisa merasai, hanya menjadi pendengar tanpa bisa bercerita karena tak ada yang tuk di kata, selalu sebaga objek perantara tanpa menjadi sebuah subjek yang bisa tuk ikut dan pernah merasa. Bahagia karena mereka demi mereka tanpa bisa tuk merasa menjadi tokoh utama, tak tahu harus dengan siapa dan harus bagaimana tuk menghadapinya, seperti ini dan terus selalu begitu saja, hingga menjadi penutup senyuman pasrah.

Objek manusia dengan segala kesulitan yang dihadapinya, tanpa tahu akan jalan keluar yang entah ada atau bisa tuk diraihnya, hanya putus asa, dalam hampa, yang tak tahu kapan habisnya. Kapan ada cahaya jika memang harus seperti ini tuk menjalaninya, entah memang benar ada cahaya ataukah sama sekali tak akan pernah ada cahaya. Selalu dalam persimpangan yang tak tahu harus memilih yang mana, memilih satu dan akan terus ada satu, dan satu. Terjebak di dalam sebuah kerumitan atau memang membuat sebuah kerumitan, di dakam sebuah kenyataan ataukah berada di dalam sebuah bayangan, hanya satu dan kembali kepada satu, sebuah kesulitan yang tak terjawabkan.

Seperti manusia buta di dalam goa yang gelap gulita, tanpa adanya cahaya, hanya meraba, merasa dan mendengarkan saja, berada di dalam sebuah goa tapi hanya terlihat hitam biasa saja, selalu lewat perantara dan menjadi perantara, tanpa tahu bagaimana sebuah rasa yang sesungguhnya, tanpa tahu bagaimana subjek dari sebuah rasa. Seperti sebuah buku cerita, yang hanya bisa ku baca, tertawa dengan sendirinya, penasaran oleh ceritanya dan seringnya selalu terbawa. Sebuah ilusi yang ku juga bisa merasa tanpa benar-benar bisa melakukanya.
Entah akan menjadi apa dan akan seperti apa, dalam kebingungan akan sebuah makna, atau mungkin memang tak bermakna, sebuah buku baru yang sudah lusuh.[]

Tidak ada komentar: