Minggu, 06 Maret 2022

Pak Dhe

Pagi ini aku terbangun oleh suara Bulik sedang 'Ngudang' anak kecil pada sebuah panggilan video call Whatsapp. Tentunya kalian pasti tahu arti 'Ngudang'. Bagi yang belum tahu, 'ngudang' merupakan sebuah aktivitas yang dilakukan oleh orang dewasa saat bertemu batita. 

Mereka (orang dewasa), menyuarakan bunyi-bunyian di hadapan batita guna mengajaknya untuk berinteraksi. Meski entah, si batita itu mengerti atau tidak terhadap yang dilakukan orang dewasa tersebut. Sebab, hasilnya kadang ada yang membuat batita tertawa. Tak jarang juga ada yang membuat batita menangis.

Sekilas aku langsung tahu siapa batita yang sedang diajak interaksi oleh Bulik. Sejauh yang aku tahu dari story Whatsapp ibuku, ia adalah Arshan. Batita ini merupakan anggota keluarga yang baru hadir di tengah-tengah keluargaku. 

Arshan ini merupakan anak dari sepupu laki-lakiku. Status sepupu dari keluarga bapak, karena bapakku merupakan kakak nomor tiga dan bapak sepupuku yang merupakan adik nomor lima. Bingung? Jangan dipikir. 

Benar adanya, sepupuku lebih muda secara usia dari pada aku. Namun, dia telah menikah lebih dulu pada 22 November 2020. Jarak usia kami sekitar 2-3 tahun, aku lupa tepatnya berapa. Tidak berhenti di situ. Pada 23 Januari 2021 mas sepupuku menyusul untuk melangsungkan pernikahannya. Jarak usia kami hanya satu tahun, dia adalah anak pak dheku dari keluarga bapak juga. Nantinya aku buat khusus tulisan tentang ini. 

Waktu yang sangat singkat, aku didahului saudara-saudara sepupuku dalam hal pernikahan. Padahal di usia saat ini (28 tahun pada 2022) sudah seharusnya aku melangsungkan pernikahan lebih dulu jika menilai dari usia dan stereotip lingkunganku. 

Kembali lagi pada Arshan. Melalui suara video call yang dilakukan bulek, aku menyadari satu hal. Bahwa, nantinya sudah pasti Arshan akan memanggilku dengan sebutan Pak Dhe atau Om. Membuatku merasa sudah benar-benar tidak muda lagi. Entah, pada usiaku aku ini masih masuk dalam golongan dewasa ataukah orang tua. 

***

Seharusnya tulisan ini aku tempatkan sebagai tulisan rekap untuk bulan februari, sebab pada bulan itu aku belum menuliskan ringkasan apa yang sudah terjadi pada bulan februari. Oleh karena itu, akan aku gabung pada tulisan ini. 

Februari merupakan bulan menyebalkan. Sangat berbeda dengan anggapan semua orang bahwa februari merupakan bulan kasih sayang. 

Pada februari tahun ini hal menyebalkan yang terjadi adalah munculnya pengeluaran tak terduga dari apa yang tidak direncanakan. Hal itu benar-benar sangat mengganggu alur finansial pribadi. Keuangan yang sudah diatur sedemikian rupa untuk ini dan itu, harus rela pupus guna memperbaiki layar laptop dan juga gear motor. 

Sabtu, 06 februari 2022. Rantai motorku putus tepat setelah pulang kerja dan hendak berkunjung di tempat latihan. Pada beberapa minggu sebelum kejadian putus memang rantai motor ini jadi hambatan saat berkendara. Ia sering sekali lepas dari gear ketika melewati banyak jalan berlubang. 

Sebelumnya sudah pernah aku perbaiki di bengkel, untuk mengganti rantainya dengan rantai KW. Pikirku saat itu hanya untuk pemakaian sementara waktu sembari menunggu tanggal gajian. Nyatanya malah membuatku semakin kesusahan, sampai putus, hal yang benar-benar tidak aku harapkan. 

Karena membuatku semakin ripuh, aku memutuskan untuk memperbaikinya lagi dengan membeli barang ori satu set. Perkiraan pengeluaran tidak akan lebih dari angka 250 ribu, sialnya malah melebihi budget perkiraanku. 

Kesialan tidak hanya berhenti di situ saja. Minggu, 07 februari 2022 laptop yang sedang aku gunakan untuk mengejar deadline cetak, ternyata juga ikut bersuara. Setelah aku gunakan untuk mengedit naskah, tanpa sengaja aku membuat layar laptopku pecah, sehingga sama sekali tidak memunculkan gambar saat menyalakannya. 

Jika tidak terkendala deadline, tentunya aku tidak akan terburu-buru untuk memperbaiki. Akhirnya aku coba bertanya pada tempat servis laptop langganan. Ternyata harga yang diberikan untuk memperbaiki layar monitor benar-benar tidak murah. Jauh dari perkiraan yang membuatku seketika mengumpat keras. Biaya servis tersebut memakan 80% dari gaji bulananku, padahal saat itu masih empat hari lagi menuju tanggal gajian. 

Dua pengeluaran itu membuat keuanganku minus di bulan februari. Apa yang sudah menjadi rencana terpaksa diurungkan, karena sudah tidak ada lagi uang saku tersi(k)sa. Pada akhirnya membuat lubang baru, padahal lubang sebelumnya belum tertutup juga. 

Tanggal-tanggal lain selain tanggal yang tercantum pada tulisan ini tidak memiliki banyak kisah. Berjalan biasa tanpa ada cerita menarik untuk dituliskan. Bulan februari ini berjalan begitu singkat, sama halnya keuangan yang aku dapat, habis begitu cepat. 

Hampir lupa. 27 februari ada yang berulang tahun, pun pada 29 februari. 27 februari eksekusi menyusul menunggu ada pemasukan. 29 februari sudah tereksekusi pada 28 februari, meski hanya dengan sekotak donat isi sepuluh biji. 

Bulan selanjutnya, membuat target agar segera bisa menutup lubang-lubang yang ada. Entah dari pemasukan mana, entah dari jalan mana dan cara apa. Meski masih banyak PR terkait perawatan motor dan juga hewan peliharaan. []

Jumat, 25 Februari 2022

Story Behind


Jum'at, 25 Februari 2022

Balasan surat.. 

Matur nuwun.. 
Aku bingung arep opo maneh sing kudu diomongke selain terima kasih. Barangmu sudah sampai dengan selamat. Sepasang sepatu gunung, yang jika dilihat dari tampilannya pasti mahal. 

Terkadang aku bingung, barang-barang larang iki, kenopo nganti mbok tukokne gawe aku? Bahkan selama iki aku urung iso bales. Sedangkan awakmu uwes berbuat banyak gawe aku. 

Lanjute, aku gawe bahasa indonesia ae yo.

Oke..
Ehem.. ehem.. 
Tadi aku belum lengkap menyampaikan. Sepatu pemberianmu sudah sampai, bersama dua kertas surat dan juga satu buah buku catatan harianmu. Sekali lagi terima kasih. Aku seneng, tapi ya ngerasa ga pantas buat nerima ini. 

Bukumu sudah aku baca. Berat nerima buku ini, tapi aku baca sampai tamat. Selebihnya, harum parfummu (di mana aku menyukai itu) tercium saat aku buka isi paket yang tadi aku terima dari kurir ekspedisi. Sekilas, beberapa gambaran kenangan yang pernah kita lewati terlintas begitu saja. Bahkan, sampai detik aku menulis ini, bau itu masih sering terbang melintas hidung dan memenuhi ruangan tokoku. Tentunya tak mengapa, aku nyaman, sebab aku suka baunya. 

Selanjutnya, izinkan aku menjawab semua tanyamu dalam goresan buku yang kau beri. Semoga kau tidak salah memahami, dan bisa menerima dengan lebih dewasa lagi atas apa nantinya yang akan aku tulis ini. 

Pertama soal sepatu. 
Sekali lagi terima kasih. Terima kasih banget sesuatu yang sedang aku usahakan buat beli, malah kamu seng bisa ngebelikan. Wis terlalu banyak kamu ngasih, mulai dari kiriman makanan, yang di dalamnya ada kaosnya. Lanjut ke jam tangan. Lalu ke pinjaman uang yang aku hutang buat dipinjamkan lagi ke temenku karena dia butuh. Ada juga aku pinjam uang lagi, ketika aku bingung pelunasan untuk pembayaran buku. 

Belum lagi di kota kemarin, masih sempat-sempatnya ngasih kaos. Ngebayarin tiket berangkat, lalu sekarang ini, sepatu gunung. Semuanya aku catat dan aku anggap hutang budi yang kelak akan aku balas. 

Sekarang soal sepatu..
Bagus, pas, keren, pengen segera pake buat naik ke gunung beneran. Hal yang paling bikin seneng, model sepatunya agak tinggi, jadi sedikit membuat tinggiku bertambah sekian senti saat memakainya. 

Membeli ini itu (termasuk sepatu) memang bukan kebiasaanku, sebab aku mandangnya sebagai sesuatu yang aku tidak terlalu butuh. Dulu, kuliah saja aku masih harus pinjam. Sebab sepatu terakhirku sudah lubang. 

Bisa dikatakan sepatuku selalu memiliki cerita dari kisah orang-orang hebat di baliknya. Pertama ada sepatu pantofel. Sepatu itu pemberian budhe dari gaji pensiunan pakdeku. Memang benar, lulus kuliah aku tidak memiliki sepatu. Pernah suatu ketika ayah mau membelikannya, hingga ia tiada, barang itu tak juga terbeli. Namun, bagiku, pemberian budhe sudah mewakili dari pemberian ayah. 

Kedua, sepatu sport biasa. Berwarna biru, yang tentunya kau tahu karena aku kenakan kala bertemu denganmu di kota itu. Sepatu tersebut hasil iuran ibu dan adek. Mereka membelikan aku kado di ulang tahunku yang ke 25. Lalu sekarang, sepatu pemberianmu. Tentunya akan aku jaga dan bangga memakainya. 

Ah terima kasih banyak. Mohon maaf belum bisa balas. Aku gagal dalam manajemen keuangan pun gagal dalam membahagiakan. 

Mungkin kamu tak tahu. Kaos pertama pemberianmu, yang datang berbarengan dengan camilan dan manisan carica.  Meski kebesaran, aku masih sangat suka memakainya. Lalu dua kaos yang bertuliskan kotamu, sangat pas di badan, aku pun bahagia memakainya. Lalu jam tangan, sampai tidak pernah lepas kecuali saat mandi, meski sekarang sudah jarang terpakai sebab itunya (ga tau namanya) putus. Terakhir, ada sepatu. Ah aku sangat bahagia. Terima kasih banyak. 

Maaf sejauh ini aku sosok yang sangat merepotkan dan sudah menghabiskan banyak uangmu. Kamu yang sudah sebaik ini, aku malah sejahat itu dalam memperlakukanmu. Maafkan aku. 

Kenangan di kotaku, saat kau kemari merupakan kesalahanku yang tidak bisa aku putar ulang. Tanpa banyak beralasan lagi, aku mengaku salah sebab tidak bisa menyambutmu dan memperlakukanmu dengan layak. 

Jika masih bisa memberikan alasan. Sebetulnya aku bingung dan tidak siap harus betingkah seperti apa saat kau ada di sini. Aku kikuk, cenderung malu, akhirnya kaku dalam memperlakukanmu. Selagi bisa, tolong maafkan tindakanku kala itu. Aku meminta maaf kepadamu, sudah (bisa dikatakan) menelantarkanmu kala kamu ada di sini. Tidak bertanggung jawab untuk menyenangkanmu, malah hanya bisa membuatmu meneteskan air mata. Sekali lagi, aku mohon, tolong maafkan kebodohanku. 

Mungkin kau penasaran. Apakah aku bahagia saat kau ada di sini? Jujur, aku sangat bahagia. Mungkin jika masih ada waktu dan aku boleh berharap. Aku berharap bisa menebus kesalahanku dengan menunggumu untuk singgah kembali di kotaku. Entah kapan, tapi semoga usia dapat memenuhi dan Tuhan bisa mengizinkan. 

Selanjutnya kau juga bertanya. Apakah aku memikirkanmu? Jika masih boleh jujur, iya aku memikirkanmu. Bahkan sejak saat kita memutuskan untuk berhenti komunikasi dan saling menjauh. 

Seringnya aku selalu teringat kamu saat sedang berkendara. Entah berangkat kerja, saat pulang kerja, atau ketika kemana saja aku berkendara. Kilasan wajahmu pada senyum yang tak bisa aku artikan selalu berhasil muncul. 

Aku terbawa, hingga membuatku senyum dengan sendirinya. Bahkan juga merasa salah atas segala perilaku yang sudah aku lakukan padamu. Sangat tidak pantas aku yang sudah begitu padamu, malah terus kau balas kebaikan. Maafkan aku. 

Terkait mimpimu. Benar memang, Februari ini aku mengalami sedikit perubahan atas peringatan dari Sang Kuasa. Membuatku berpikir ulang berhenti menjalankan tindakan yang tidak semestinya. Meski berat, Februari ini aku bangga bisa lebih baik dari bulan sebelumnya, atau bahkan tahun sebelumnya. Selebihnya, hanya sebab finansial yang kritis sehingga membuatku pontang panting dalam menyelesaikannya. Tapi tak apa, akan selesai juga nantinya, semoga. 

Berikutnya perihal rindu. Maaf, aku tidak bisa menjawabnya. Namun, aku yakin kau tahu jawabannya. 

Terakhir, rencana kita setelah lebaran iedul fitri. Insya allah aku akan tetap mengusahakan untuk singgah. Bertemu Mbokmu, menikmati masakannya, tidur di bawah atap rumahmu, pun mendaki jika mungkin aku masih mampu. Semoga kelak finansialku baik-baik saja. Meski nantinya tidak baik, aku akan tetap mengusahakan untuk ke sana. 

Seperti pada lirik lagu 'Mesin Waktu' milik Budi Doremi. Kali ini aku sampaikan padamu. 

Kalah, kuakui aku kalah.
Cinta ini pahit dan tak harus memiliki.

Jika aku bisa, ku akan kembali.
Ku akan merubah, takdir cinta yang ku pilih.

Meskipun tak mungkin, walaupun ku mau.
Membawa kamu lewat mesin waktu.



NB: Oh iya satu lagi. Sama sekali aku tidak melihatmu, menilaimu, menganggapmu dari batasan ijasah sekolahmu. Bahkan, bagiku kau adalah orang paling kreatif yang sudah aku temui sepanjang batas usiaku. 

Tak peduli apa ijasah sekolahmu. Aku bangga bisa mengenalmu, yang kelak entah kenapa aku yakin kehebatanmu selalu di atas mereka yang bersekolah tinggi. Tidak pernah aku merasa malu ataupun rugi. Selama kita masih sama-sama manusia, jangan pernah berpikir siapa lebih rendah dan siapa lebih tinggi. Ingat perkataanku, kamu istimewa. 

Selasa, 01 Februari 2022

Definisi Tolol



Hai Januari..

Jangan pergi dulu, beri aku sedikit waktu guna merangkum 31 hari kehidupanku pada bulanmu. Tampaknya memang tak penting, tapi setidaknya aku merekam ingatan ini menjadi memori tulisan. 

Awal tahun 2022 semua tertulis pada Warmindo Mastrip. Melalui denting sendok dan garpu, pada semangkun penuh mie yang gagal aku habiskan. 

Bukan sebab apa, perutku terlanjur mulas untuk menghabiskan kenikmatan dalam semangkuk putih. Hingga, memaksa dia untuk menghabiskan makanannya, lalu aku ajak ia pergi. Beruntung aku menemukan toilet masjid, tempatku mandi dulu saat masih aktif menjadi aktivis. 

Yah, benar.. 
31 Desember - 01 Januari kami terlibat kisah yang tak seharusnya terangkai dalam kehidupan di dunia. 

Ingatanku kembali berputar, sembari menahan kram saat jongkok di kamar mandi. 

Tidak ada yang istimewa pada tanggal-tanggal setelahnya, sebab aku tak sabar untuk segera tiba pada tanggal 14 Januari. 

14 Januari - 17 Januari
Aku berkunjung ke Jawa Tengah, bertandang di kota Kerinduan, Yogyakarta. 

Menggunakan Mutiara Timur, salah satu kereta kelas ekonomi dalam rangkaian gerbong eksekutif dan bisnis. Hanya kebetulan semata, mendapat tiket free dari teman dekat untuk mengunjunginya. 

Sebetulnya aku bukan termasuk golongan penumpang yang mampu untuk membeli tiket kereta di atas harga 100k. Banyak sekali pertimbangan, karena bagi saya tingkat pelayanan kereta ekonomi antar kota sudah sangat memuaskan dan membuat saya nyaman. Hanya saja, saat itu pertimbangannya saya bisa lebih lama berada di kota tersebut dengan menggunakan kereta malam untuk perjalanannya. 

Bersama rekan, saudara atau adik. Dia menjadi guide selama berada di Jogja. Banyak tempat saya kunjungi, pun banyak renungan saya lewati selama berada di sana. Pertimbangan muncul satu persatu, tentang hidup, tentang segala hal yang menjadi kebingungan semua manusia pada umumnya. Termasuk yang saat itu terjadi padaku. 

Sialnya, sampai baris ini waktu sudah menunjukan pukul 23.56 WIB, saya gagal atas rencana memposting tulisan ini pada tanggal 31 Januari. 

Apa yang terjadi di Jogja, biarlah tetap tertinggal di sana. Banyak hal yang pada akhirnya mendewasakan otak dan hati. Banyak jalan atas sederet keputusan ekstrim yang harus diambil. Beriring konsekwensi yang juga harus di hadapi. 

Jogja, terima kasih..
Candi Ratu Boko, mitosmu benar terjadi dan secara nyata aku alami. 

Waktu berjalan lagi, sama persis seperti saat ini yang sudah menunjukan pukul 23.59 WIB. 

Tepatnya sekarang sudah 01 Februari, selamat hari raya imlek teman-teman. 

Kisahku setelahnya menjadi sangat random. Banyak kerjaan terbengkalai, keuangan mulai tak terkontrol, hutang mulai membengkak, meski tanpa ada yang menagih, tapi nominal uang yang begitu besar akan cukup menghantui, tentang bagaimana akan bisa terlunasi. 

16, 17, 19, 20 Januari.
Keributan mulai muncul. Perenunganku harus sudah disikapi dengan mengambil keputusan tegas. Obrolan pada 20 Januari membuka sebuah keputusan dengan konsekwensi yang tidak mudah. 

Aku berharap dia akan tetap baik-baik saja. Bisa kembali pada jalan kehidupan yang sudah semestinya dia pilih. Memaksanya untuk tidak mempedulikanku, menjauhiku dan belajar untuk memulai kembali kehidupannya secara nyata, tanpa harus tersakiti olehku yang sudah terlanjur menjerumuskannya. 

Hai orang baik, semoga kelak bisa ketemu dengan keadaan yang baru tanpa ada tautan yang tidak perlu. Aku butuh beranjak dan kamu haru benar-benar bergerak. Kita harus bisa kembali seperti semula awal kita saling kenal. Sekali lagi, terima kasih banyak. 

Hari dan tanggal terus berlanjut dan beranjak..
Sampai pada kabar yang kurang mengenakkan terdengar.. 

26 Januari 2020
Seorang kawan mengirim pesan haru. Membuatku teringat yang terjadi pada tanggal 13 Desember kala itu. 

Kamu benar-benar telah resmi untuk 'membeli tiket pulang'

Pesanmu membuatku khawatir.. 
Tentunya jika kau begitu, bisa jadi aku juga sama. Aku setengah ketakutan membayangkan jika itu juga terjadi padaku. Aku belum siap, benar-benar tak bisa berpikir jika benar nyatanya kondisiku juga tak jauh berbeda denganmu. Harapku Tuhan benar-benar masih memberikanku kesempatan kedua. 

Aku sadar, sudah terlampau jauh aku bermain. Mungkin sudah terlanjur masuk aku ke dalam hutan yang terus membuatku penasaran. Namun, kali ini aku benar-benar lelah. Ketakutanku akan yang terjadi pada seorang kawan di Banyuwangi, selalu membuatku resah dan belum bisa bernapas dengan lega. Segera, aku harus melihat kondisiku lalu berusaha menerima dengan ikhlas hasilnya. 

Ah Tuhan, tolong.. 
Beri saya kesempatan ke dua..

Waktu berjalan beriring kegelisahan yang tak kunjung hilang. Hati sudah berdamai, tetapi otak membuatku resah tak karuan. 

27-28 Januari 
Tepatnya aku lupa.. 
Mulai bercerita pada seorang kawan di Malang. Padanya, semua kegelisahan terucapkan tanpa sedikitpun terpotong. 
Terima kasih..
Meski ada juga yang masih aku tahan.
Maaf kawan, nanti kamu pasti akan aku beri tahu. 

31 Januari
Banyak pelajaran pada bulan ini. Tepatnya ini adalah bulan untuk menyudahi dan melepaskan. 

Sialnya bertemu dengan orang aneh, melakukan trik pencemaran identitas, menyebarkan hal yang disebut orang aib. Membuatku bertindak lebih waspada tanpa ingin mengulanginya. 

Asing tetaplah asing karena tidak semua manusia memiliki niat baik pada akhirnya.

Bulan berikutnya, harapku bisa tetap dan terus menjaga apa yang sudah seharusnya berjalan. Lalu menghentikan apa yang sudah tidak semestinya untuk dijalankan. Banyak sekali kode Tuhan, sayangnya dulu sangat sering aku acuhkan. 

Hai orang-orang baik..
Kalian tetap orang-orang baik..
Pergiku, hilangku, tak akan berpengaruh pada kehidupan kalian.. 
Malah, ketidakhadiranku akan menjadi yang terbaik antara aku dan kalian.. 

Semoga kelak Tuhan bisa mempertemukan jika memang harus bertemu. 
Pun semoga Tuhan masih berwelas asih kepada saya, seorang hamba yang tidak tahu diri setelah semua yang sudah terjadi. Malah sekarang meminta belas kasih, ketika dulu sama sekali lupa untuk berterima kasih.

Terima kasih Januari
Selamat datang Februari