Backpacker adalah jalan untuk mengetahui segalah hal yang belum pernah aku tahu, mengenang semua waktu yang pernah kulalui, dalam sebuah perjalanan kehidupan. Menulis untuk keabadian.
Rabu, 14 September 2016
Peninggalan Tanpa Wujud
Lanjutan tulisan saya yang berjudul pesan whatsapp. Baru saja saya bangkit dari kemalasan yang mendera akhirnya bisa menulis lagi. Tulisan ini, jika bisa saya dedikasikan untuk ibu beribu terimakasih atas apa yang telah engkau berikan. Terucap rasa syukur atas apa yang telah engkau ajarkan. Satu pelajaran penuh arti, pelajaran untuk bertahan hidup.
Di tulisan sebelumnya saya mengakhiri tulisan dengan menuliskan telah diterima bekerja di sebuah cafe. Berikut kelanjutan kisahnya. Saya bekerja sejak tanggal 15 Maret 2016 masih teringat dengan jelas. Cafe tersebut letaknya tidak jauh dari tempat saya tinggal hanya sekitar 15 menit berjalan kaki. Saya diterima bekerja sebagai seorang pelayan, mengantarkan gelas demi gelas disetiap meja sesuai permintaan pelanggan. Nampaknya memang bukan pekerjaan yang sulit namun disini lah kisah ini berlanjut.
Saya adalah seorang pelayan cafe sejak bekerja di cafe tersebut. Cafe Cangkir Kita terletak di jalan tidar berdekatan dengan Zona Futsal. Jika waktu senggang mempirlah mari untuk meneguk segelas kopi dan menikmati malam. Sebagai seorang pelayan job dis saya tidak banyak namun sedikit berat serta memerlukan banyak tenaga dan kesabaran. Cangkir memiliki 4 pegawai semuanya laki-laki diantaranya ada Kasir, Barista, Koki & Pelayan. Jam kerja saya dari pukul 19.00 sampai pukul 01.00 atau bahasa lainya sampai cafe tutup. Saya memang bekerja sebagai pelayan namun tugas utama saya adalah sebagai tukang cuci gelas-gelas kotor. Jangan bingung itu termasuk dalam satu paket job dis saya.
"Jika ada banyak gelas kotor kamu fokusnya nyelesaikan gelas-gelas tersebut, nanti ngantarkan makanan dan minuman di tanggung bersama" perkataan Mas Yopi salah satu owner Cangkir saat hari pertama saya training kerja. Seperti yang saya katakan tidak banyak job dis saya. Mencuci gelas-gelas kotor yang menumpuk, mengantarkan makanan dan minuman saat cucian sudah selesai, mengambil satu per satu gelas di meja meja yang sudah di tinggalkan dan terakhir membantu pegawai lain untuk menutup Cafe.
Hari pertama bekerja saya disambut dengan setumpuk cucian gelas kotor. Hari hari berikutnya hal tersebut menjadi terbiasa, dalam sehari saya dapat menghasilkan 3-5 bak besar penuh yang biasa digunakan untu mencuci pakaian (saya tak tahu indonesianya). 1-2 bak sebelum jam malam mendekati close order, 2-3 bak dari pukul 23.00 sampai jam close order 24.00 WIB. Hari pertama masih tak terasa, seminggu pertama baik-baik saja, seminggu kedua mulai terasa lelah, sampai sebulan pertama saya berhasil untuk melewatinya.
Perjalanan satu bulan pertama banyak keluh kesah dalam hati yang harus saya lalui. Bekerja itu lelah, mencari uang itu susah, disitu saya menyadari dan mempelajarai banyak hal. Suatu ketika -saat sedang menghabiskan banyak cucian- pernah terlintas dalam benak saya bahwa mencuci piring dan gelas adalah pelajaran yang di ajarkan ibu saya saat mulai beranjak dewasa. Saya lupa tepatnya umur berapa saya mulai di ajarkan untuk mandiri. Membantu mencuci piring dan gelas di rumah, membersihkan rumah, mencuci baju dan masih banyak yang lain. Sekilas saya teringat apa yang ibu ajarkan. Ada haru disana. Peninggalan tanpa wujud, kemandirian. Peninggalan yang membuat saya bertahan dalam usaha mencari satu-dua lembar uang saku tambahan. Saya bersyukur, terimakasih buk.
Sepinya pasar ayah membuat ibu, adek dan saya harus mencari tambahan meringankan keuangan keluarga. Ibu dengan pekerjaanya di usaha rumahan pembuatan kursi. Adek dengan menjual es lilin (ini membuat saya haru tertahan saat mendengar cerita dari ibu) agar bisa mendapat tambahan uang saku. Saya bekerja di cafe untuk mencari tambahan uang saku juga, sebab adek dan saya tidak setiap saat bisa mendapatkan uang saku (tapi orang tua kami selalu mengusahakan agar tetap bisa memberi uang saku). Heran, ada saat dimana saya sedang bekerja teringat ibu, ayah dan adek yang sama-sama bekerja untuk membantu perekonomian keluarga. Ingatan itu seperti kilasan film yang berjalan menampakan wajah teduh mereka, lelah, senyum semua bercampur menjadi satu memunculkan rindu.
Sampai saya menuliskan kisah ini saya masih terus selalu bersyukur. Banyak perubahan yang sudah saya alami. Banyak pelajaran yang sudah dan masih saya pelajari tentang hidup. 2 bulan pertama saya bekerja sebagai pelayan merangkap tukang cuci. 2 bulan berikutnya saya menjadi tukang masak (memasak makanan ringan french fries, pop corn dan mie). Sekarang dan masih saya jalani menjadi kasir. Perubahan yang tidak pernah saya duga sebelumnya. Banyak jalan yang sudah Tuhan berikan dalam bentuk pilihan. Kita hanya perlu memilih lalu ikhlas dan bersyukur menjalani. Jangan pernah ragu dan berfikir negatif. Kita tak akan pernah tahu rencana Tuhan.[]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar