Jam menunjukan pukul 16.30. Saya sudah ingin pulang, tapi melihat sepeda motor saya terhalang oleh sepeda motor lain membuat saya malas. Malas mengeluarkanya dari himpitan sepeda lain, padahal sudah sejak jam 9 pagi saya berada di warung kopi ini. Saya pun memilih untuk tinggal lebih lama. Sekarang saya sedang berada di warung kopi bernama Kopitan pinggir jalan mastrip Jember, tepatnya di samping warung kopi Cak Wang. Tidak begitu jauh dengan kampus dan tempat saya tinggal. akhir-akhir ini saya sering ngopi di tempat sederhana ini. Tempat yang sangat sederhana dengan koneksi wifi lumayan cepat. Sangat cocok bagi mahasiswa pemburu wifi dan kopi seperti saya ini.
Hari ini memang hari libur, dan saya memilih menggunakanya untuk bermalas-malasan ngopi dengan koneksi wifi. Sejak mempunyai aplikasi bluestacks, saya jadi ketagihan untuk sering berburu wifi demi memantau aplikasi bluestacks saya. Aplikasi dimana kita bisa mendownload aplikasi yang biasa di download para manusia smartphone saat ini. Aplikasi tersebut seperti BBM, Line, Instagram, dan game Getrich. Hal tersebut saya lakukan bukan tanpa alasan. Semua bermula saat semua anak di kelompok KKN saya, kecuali satu orang pengguna smartphone. Mereka membuat group di BBM dan lebih sering berdiskusi di dalam group tersebut. Saya selalu menjadi orang yang tertinggal informasi mengenai KKN. Hanya menerima hasil diskusi tanpa pernah ikut urun rembuk pendapat. Akhirnya saya memutuskan untuk memilih jalan pintas. Menginstal aplikasi bluestacks dan menjadikan laptop saya semi-android smartphone. Bukan hal mudah, awal pertama menginstal aplikasi tersebut saya harus menunggu berjam-jam untuk proses instalasinya. Belum lagi saat sudah terinstal dan mencoba untuk membuka aplikasinya -jangan dibayangkan bagaimana lemotnya.
Ah tulisan saya jadi kemana-mana. Bukan menjadi maksud saya untuk sedikit alay menceritakan kemarahan hati saya mengenai smartphone, bluestacks, dan orang-orang android smartphone di dalamnya. Toh saya pun sampai sekarang sedikit menikmati ketergantungan yang dibuatnya. Sebenarnya saya ingin menceritakan tentang seorang gadis yang sudah saya lukai perihal senja. Kemarin ini saya baru saja main di salah satu tempat dimana saya pernah menjanjikan senja kepada gadis tersebut. Tempat tersebut akhir-akhir ini sedang menjadi favorit tempat wisata di Jember, Payangan. Bermula dari pembicaraan ringan dengan adik-adik mahasiswa baru alumni sekolah saya saat ngopi. Mereka ingin saya mengantarkan mereka ke wisata Payangan karena mereka belum di sibukkan dengan kegiatan kuliah.
Kami berkumpul pukul 1 siang di double way Universitas Jember, berangkat dengan 4 sepeda motor. Awalnya kita berencana untuk mampir di Air Terjun Watu Ondo, tapi kami mengurungkan niat. Permasalahan awam lokasi tempat tersebut menjadi alasan, kami pun memutuskan untuk pergi ke Payangan saja. Sampai di lokasi wisata Payangan matahari masih sangat terik, kami pun memutuskan untuk istirahat sejenak di salah satu warung kecil dan Si Sapi -nama panggilan salah satu adik kelas saya yang ikut- memesan es kelapa muda. Sialnya mungkin karena hari itu sedang akhir pekan, harga satu buah es kelapa muda menjadi Rp 10.000, dan Si Sapi memesankan untuk kami semua. Setelah dahaga terpuaskan dan matahari sudah tidak terlalu terik lagi kami memutuskan untuk melanjutkan ke lokasi salah satu wisata yang di tawarkan, Goa Jepang yang berada di salah satu bukit. Mendaki tebing yang sedikit licin dengan beberapa tahi kambing menghiasi perjalanan kami. Singkat cerita kami pun sampai di Goa Jepang dan melanjutkan berhenti di puncak bukit di atas Goa Jepang. Sampai disana kami mengambil beberapa foto untuk tetap eksis di beberapa akun media sosial yang kita miliki. Kami pun juga sejenak mengheningkan cipta mensyukuri keindahan karya Tuhan disana.
Goa Jepang selesai. Kami melanjutkan ke lokasi selanjutnya. ke bukit dimana menjadi icon dari lokasi wisata Payangan. Disana kami membayar Rp 2000 untuk sumbangan pembenahan tempat di lokasi tersebut. Tempat tersebut memang sangat indah untuk sepasang kekasih yang suka mengagung-agungkan senja. Di berbagai sudut dari bukit tersebut banyak sepasang kekasih yang sedang bercumbu rayu melantunkan kata-kata indah bak puisi untuk mempererat jalinan kasih mereka. Melihat hal tersebut membuat saya berkali-kali mengumpat. Bukan tanpa alasan. Hal tersebut mengingatkan saya, akan apa yang sudah saya lakukan kepada seorang wanita dengan mengatasnamakan senja untuk melukainya. Hingga dia membuat satu tulisan perihal senja yang membuat pria rapuh seperti saya menyadarinya. Berkali-kali saya ke lokasi wisata Payangan tersebut. Namun hanya sekali saya menaiki bukit indahnya, dan menghabiskan senja disana. Sangat disayangkan baru pertama saya kesana, namun bukan dengan dia -Si Gadis- saya menghabiskan senja.[]
NB: Tulisan dibuat sekali duduk karena tidak bisa pulang.
Kopitan, 23 Agustus 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar