Minggu, 06 September 2015

Senja Terakhir Sebuah Surat

Ternyata baiknya memang tak harus aku kirimkan senja yang telah tersakiti. Pesan implisit dalam sebuah tulisan membuatku merasa berhutang akan senja. Membuatmu tersakiti dan kecewa karena senja. Baiknya memang senja tak harus terbalaskan. Biarkan menggantung seperti adanya senja. Seperti bagaimana senja itu di gariskan untuk berada disana. Tak perlu lagi ku merasa perlu untuk membawakanya. Aku tahu dan kau pun juga tahu. Baiknya memang harus seperti itu.

Mengutip catatan dari karya Dee. Entah bagaimana tulisan itu bisa kamu pilih untuk mewakili apa yang kamu rasa, yang ingin kau kata. Apakah semua gadis memiliki dimensi yang sama? Dimana terdapat rasa yang sama yang tak bisa dijelaskan secara ilmiah. Apakah itu karena peristiwa yang sama. Ataukah terjadi akibat si penulis menuliskan rasa dari si empunya. Aku tidak tahu.

Aku sadar, aku bukanlah tokoh Sukab yang bisa mengirimkan potongan senja untuk pacarnya Alina. Aku tidak mampu untuk melakukan itu. Pun baiknya memang tak usah ku untuk mengantarkan senja yang pernah ku kata kepadamu. Buku yang pernah kau rekomendasikan pada ku telah selesai aku baca. Maaf, aku tak mampu untuk beli. Jadi aku memutuskan untuk pinjam di perpustakaan kampus saja. Lalu aku baca Pada sub bab yang kau anjurkan untuk ku baca. Dengan kutipan yang sudah tebal oleh stabilo tak tahu oleh siapa. Mungkin ulah mu, mungkin juga orang lain. Sebab merasa mewakili apa yang sedang dirasa.

Sepertinya aku yang salah menginterpretasikan. Entah, aku tak pernah tahu. Pun jika sampai sekarang interpretasiku masih juga salah dalam memahami tulisan mu, keputusanmu. Semoga saja tidak. Apakah kau setuju, jika ku kata tak harus ada yang perlu untuk disalahkan dan menyalahkan? Kau sudah memilih untuk mengambil keputusan itu. aku pun juga, walau baru saja.

Ah sudahlah.. mungkin memang baiknya seperti itu. Aku tak mau memperpanjang tulisan ini lagi. Biarkan tulisan ini tetap pendek saja. Tak perlu di perpanjang lagi. Karena semuanya telah usai. Ini hanya untuk mewakili kebodohanku, yang baru saja mengerti dan memahami setelah membaca buku yang kau anjurkan itu. Buku ini pun juga harus segera aku kembalikan, sudah habis waktuku untuk meminjam. Sebelumnya aku sudah berjanji tak mau mengembalikan, sebelum menulis sebuah tulisan jawaban. Lalu. Terimakasih untuk semuanya. Mohon maaf untuk segalanya.

Kau pilih kutipan ini..
“aku tidak ingin bersamamu cuma karena enggan sendiri. Kau tidak layak untuk itu. Seseorang semestinya memutuskan bersama orang lain karena menemukan keutuhanya tercermin, bukan ketakutanya akan sepi.”
Ku teruskan dengan kutipan ini..
“aku ingin mengalir. Hatiku belum mau mati. Aliran ini harus kembali memecah dua agar kita sama-sama bergerak. Sebelum kita terlalu jengah dan akhirnya pisah dalam amarah.”

Aku harap kau tak salah mengartikan karakter yang ada disitu. Tentang aku, kau, dan kita.[]