Minggu, 23 Agustus 2015

Kopitan

Jam menunjukan pukul 16.30. Saya sudah ingin pulang, tapi melihat sepeda motor saya terhalang oleh sepeda motor lain membuat saya malas. Malas mengeluarkanya dari himpitan sepeda lain, padahal sudah sejak jam 9 pagi saya berada di warung kopi ini. Saya pun memilih untuk tinggal lebih lama. Sekarang saya sedang berada di warung kopi bernama Kopitan pinggir jalan mastrip Jember, tepatnya di samping warung kopi Cak Wang. Tidak begitu jauh dengan kampus dan tempat saya tinggal. akhir-akhir ini saya sering ngopi di tempat sederhana ini. Tempat yang sangat sederhana dengan koneksi wifi lumayan cepat. Sangat cocok bagi mahasiswa pemburu wifi dan kopi seperti saya ini.

Hari ini memang hari libur, dan saya memilih menggunakanya untuk bermalas-malasan ngopi dengan koneksi wifi. Sejak mempunyai aplikasi bluestacks, saya jadi ketagihan untuk sering berburu wifi demi memantau aplikasi bluestacks saya. Aplikasi dimana kita bisa mendownload aplikasi yang biasa di download para manusia smartphone saat ini. Aplikasi tersebut seperti BBM, Line, Instagram, dan game Getrich. Hal tersebut saya lakukan bukan tanpa alasan. Semua bermula saat semua anak di kelompok KKN saya, kecuali satu orang pengguna smartphone. Mereka membuat group di BBM dan lebih sering berdiskusi di dalam group tersebut. Saya selalu menjadi orang yang tertinggal informasi mengenai KKN. Hanya menerima hasil diskusi tanpa pernah ikut urun rembuk pendapat. Akhirnya saya memutuskan untuk memilih jalan pintas. Menginstal aplikasi bluestacks dan menjadikan laptop saya semi-android smartphone. Bukan hal mudah, awal pertama menginstal aplikasi tersebut saya harus menunggu berjam-jam untuk proses instalasinya. Belum lagi saat sudah terinstal dan mencoba untuk membuka aplikasinya -jangan dibayangkan bagaimana lemotnya.

Ah tulisan saya jadi kemana-mana. Bukan menjadi maksud saya untuk sedikit alay menceritakan kemarahan hati saya mengenai smartphone, bluestacks, dan orang-orang android smartphone di dalamnya. Toh saya pun sampai sekarang sedikit menikmati ketergantungan yang dibuatnya. Sebenarnya saya ingin menceritakan tentang seorang gadis yang sudah saya lukai perihal senja. Kemarin ini saya baru saja main di salah satu tempat dimana saya pernah menjanjikan senja kepada gadis tersebut. Tempat tersebut akhir-akhir ini sedang menjadi favorit tempat wisata di Jember, Payangan. Bermula dari pembicaraan ringan dengan adik-adik mahasiswa baru alumni sekolah saya saat ngopi. Mereka ingin saya mengantarkan mereka ke wisata Payangan karena mereka belum di sibukkan dengan kegiatan kuliah.

Kami berkumpul pukul 1 siang di double way Universitas Jember, berangkat dengan 4 sepeda motor. Awalnya kita berencana untuk mampir di Air Terjun Watu Ondo, tapi kami mengurungkan niat. Permasalahan awam lokasi tempat tersebut menjadi alasan, kami pun memutuskan untuk pergi ke Payangan saja. Sampai di lokasi wisata Payangan matahari masih sangat terik, kami pun memutuskan untuk istirahat sejenak di salah satu warung kecil dan Si Sapi -nama panggilan salah satu adik kelas saya yang ikut- memesan es kelapa muda. Sialnya mungkin karena hari itu sedang akhir pekan, harga satu buah es kelapa muda menjadi Rp 10.000, dan Si Sapi memesankan untuk kami semua. Setelah dahaga terpuaskan dan matahari sudah tidak terlalu terik lagi kami memutuskan untuk melanjutkan ke lokasi salah satu wisata yang di tawarkan, Goa Jepang yang berada di salah satu bukit. Mendaki tebing yang sedikit licin dengan beberapa tahi kambing menghiasi perjalanan kami. Singkat cerita kami pun sampai di Goa Jepang dan melanjutkan berhenti di puncak bukit di atas Goa Jepang. Sampai disana kami mengambil beberapa foto untuk tetap eksis di beberapa akun media sosial yang kita miliki. Kami pun juga sejenak mengheningkan cipta mensyukuri keindahan karya Tuhan disana.

Goa Jepang selesai. Kami melanjutkan ke lokasi selanjutnya. ke bukit dimana menjadi icon dari lokasi wisata Payangan. Disana kami membayar Rp 2000 untuk sumbangan pembenahan tempat di lokasi tersebut. Tempat tersebut memang sangat indah untuk sepasang kekasih yang suka mengagung-agungkan senja. Di berbagai sudut dari bukit tersebut banyak sepasang kekasih yang sedang bercumbu rayu melantunkan kata-kata indah bak puisi untuk mempererat jalinan kasih mereka. Melihat hal tersebut membuat saya berkali-kali mengumpat. Bukan tanpa alasan. Hal tersebut mengingatkan saya, akan apa yang sudah saya lakukan kepada seorang wanita dengan mengatasnamakan senja untuk melukainya. Hingga dia membuat satu tulisan perihal senja yang membuat pria rapuh seperti saya menyadarinya. Berkali-kali saya ke lokasi wisata Payangan tersebut. Namun hanya sekali saya menaiki bukit indahnya, dan menghabiskan senja disana. Sangat disayangkan baru pertama saya kesana, namun bukan dengan dia -Si Gadis- saya menghabiskan senja.[]

NB: Tulisan dibuat sekali duduk karena tidak bisa pulang.
        Kopitan, 23 Agustus 2015.

Rabu, 05 Agustus 2015

Mangan, Ngombe, lan Turu.

Bruak.. bruak.. bruak... Duak.. duak.. duak...

“Bangun.. bangun.. bangun.. Shubuh.. shubuh.. shubuh...”

Suara barang-barang yang di pukul sekedar untuk membangunkan. Beberapa pengurus beserta pengasuh mulai bergerilya memasuki kamar-kamar membangunkan. Kegiatan yang selalu terdengar setiap shubuh, untuk membangunkan anak-anak agar mengikuti ibadah shubuh. Satu persatu mulai nampak keluar dari kamar, menuju kamar mandi untuk mengambil air wudlu.

Dalam hal ini, tidak mudah membuat santri berstatus mahasiswa untuk bangun shubuh. Oleh karena itu, beberapa pengurus pun mempunyai senjata andalan dalam usaha untuk membangunkan mereka. Seperti contoh pengasuh pesantren, atau yang sering di sebut Kyai. Dia sering membawa arit atau semprotan air yang biasa digunakan untuk memandikan burung. Sebelumnya jangan membayangkan membangunkan dengan menyabetkan arit ke leher santri. Di awali suara keras memanggil nama perorangan untuk bangun, di iringi pukulan bagian lengkung tumpul arit ke pintu. Jika masih tidak bangun, mulailah kyai untuk menyemprotkan air. Selain itu ada juga yang membawa kentongan, lalu dengan teknik memijat untuk membangunkan, lalu sentuhan tangan yang dibasahi oleh air saat membangunkan, atau sabetan ringan dari sorban.

Karakter bangun santri berstatus mahasiswa ini juga berbagai macam. Untuk santri macam teladan. mereka akan bangun dan langsung mengambil air wudlu, saat mendengar suara pengurus atau kyai membangunkan. Ada yang butuh untuk duduk sebentar, lalu bangun. Ada yang langsung bangun, tapi tidur lagi di antrian kamar mandi atau di dalam kamar mandi. Ada juga yang selalu beralasan antri kamar mandi, menunggu pengurus pergi lalu tidur lagi. Maklum, sulitnya bangun mungkin juga karena padatnya kegiatan kampus selain alasan lainya yang juga masih banyak. Dari sekian banyak santri berstatus mahasiswa, kami hanya memiliki 3 kamar mandi dan 2 wc saja, itu untuk pondok putra atau asrama putra. Parahnya adalah saat antri wc, pernah suatu ketika dengan perut mules, saya masih harus antri panjang berjam-jam, tanpa tahu orang di dalam wc ternyata sedang tertidur pulas.

Beberapa hari ini banyak santri yang sering protes terhadap aturan baru. Mulai dari jam malam gerbang, aturan batasan tahun angkatan, hingga peraturan-peraturan kecil lainya. Peraturan tahun ini memang berbeda dengan peraturan di tahun-tahun sebelumnya. Ketika dulu semua aturan dan juga hukuman berlaku bagi pengurus dan para santri (karena pengurus berasal dari mahasiswa yang sudah 1-2 tahun tinggal). Untuk tahun ini di bedakan menurut tahun angkatan masuk pesantren. Santri berstatus mahasiswa yang wajib mengikuti peraturan adalah angkatan 2013 dan 2014, mereka yang sedang menduduki semester 3 dan 1 di perkuliahan. Selain dua angkatan tersebut (angkatan tua, 2012 ke atas) di tunjuk kyai untuk ngabdi membantu kyai mengurusi pesantren. Mandat tersebut yang menyebabkan banyak pertentangan di sana sini. Menurut mahasiswa angkatan 2013 dan 2014, Pengurus ibarat kaum elit pengawal peraturan yang bebas dari hukum. Itu semua dikarenakan mereka yang melanggar peraturan akan di kenakan hukuman sesuai aturan yang di langgar. Denda, membersihkan kamar mandi, mendapat surat peringatan, hingga di keluarkan. Berbeda dengan pengurus. mereka tidak hanya kebal aturan, tapi juga kebal hukum.

Sekarang situasinya memang sudah sangat berbeda dengan dulu. Ketika dulu peraturan sangat longgar sekali, tidak terlalu mengekang, sehingga anak-anak aktivis yang tinggal di pesantren ini pun mudah untuk menyesuaikan. Kunci gerbang parkiran pun juga bisa dikondisikan. Memudahkan anak-anak organisasi yang sering pulang malam. Namun sekarang sudah berbeda. Pondok sudah di kelilingi oleh pintu-pintu portal untuk memasukinya. Belum lagi pintu gerbang untuk memasuki asrama, total ada 5 portal & gerbang. Portal depan, portal belakang, gerbang asrama putri, dan gerbang asrama putra, belum lagi gerbang parkir sepeda motor. Semua kunci di pegang oleh pengurus keamanan, penjaga gerbang, dan pengasuh. Jadi saat melewati jam malam yang sudah di tentukan semua pintu itu harus sudah terkunci dengan rapi. Namun karena pengurus keamanan berasal dari mahasiswa, adakalanya masalah kunci gerbang dan portal masih bisa dibicarakan. Dan sialnya adalah saat pengurus tersebut sedang tidak pada posisi berpihak untuk membukakan gerbang dan portal. Akhirnya adalah terkunci di luar, Sepeda motor tidak bisa masuk. Pilihanya hanyalah tidur di luar entah di tempat teman atau sekretariat organisasi. Selain itu memilih untuk mengangkat sepeda motor dengan meminta bantuan teman yang masih belum tidur.

Akhir-akhir ini ada hal yang timpang mengenai pengurus dan juga santri, dimana mereka sudah tidak saling berpihak. Satu sama lain sudah mulai saling membicarakan hal buruk masing-masing. Menurut pengurus anak-anak baru sekarang sudah seenaknya sendiri. Dimana bagian pengurus keamanan sudah bersedia membukakan gerbang ketika mereka pulang malam. Namun, mereka yang pulang malam tidak mau mematuhi peraturan untuk mengikuti kegiatan shubuh. Pengurus bermaksud jam berapapun mereka pulang tidak masalah, asal tetap bisa mengikuti kegiatan shubuh. Maksud pengurus tidak tersampaikan.
Jika disamakan dengan pesantren mahasiswa yang lain, di tempat saya memang sangat longgar dalam hal peraturan dan kegiatan. Peraturan sering berubah masih belum pakem. Seringnya dibuat dan terealisasi saat tahun ajaran baru. Dimana banyak mahasiswa baru yang masuk dan memilih mondok di tempat saya. Lalu kegiatan. Kegiatan di sini hanya setelah shubuh, dilakukan selama 1 jam mulai pukul 05.00 WIB – pukul 06.00 WIB pagi. Kegiatan tersebut layaknya pondok pesantren mahasiswa lain. Seperti mengaji Al-qur’an atau pun mengkaji beberapa kitab perihal fiqih, akhlak, dan lainya. Bukan mengkaji kitab-kitab golongan berat yang biasa di ajarkan di pesantren salaf, seperti nahwu, shorof, tauhid, kitab gundul, dan lain-lain. Lalu beberapa waktu sholat yang wajib di ikuti secara berjamaah, seperti sholat shubuh, maghrib, dan isya’. Hanya itu kegiatan di pondok, selain itu kosong.

Beberapa kegiatan dan peraturan tersebut memang wajib dilakukan. Namun karena kami mahasiswa, seringnya para pengurus beserta kyai memberi toleransi. Oleh karena itu peraturan dan kewajiban tersebut berubah dari wajib menjadi kondisional. Semua santri boleh tidak mengikuti kegiatan dan peraturan saat ada bentrok dengan kegiatan perkuliahan, dengan syarat meminta izin atau lapor kepada salah satu pengurus. Hal tersebutlah yang terkadang sedikit membuat pengurus jengkel. Ibaratnya kegiatan mereka hanyalah mangan, ngombe, lan turu. Aturan dan kegiatan pun sifatnya bisa berubah kondisional namun tetap saja mereka tidak bisa mengikuti.[]

*31102014 (tanggal penulisan) dan baru di upload sekarang.
*sampai tulisan ini di upload peraturan di tempat kami pun sudah berubah kembali. Pun tidak banyak dari mahasiswa yang memegang tugas menjadi pengurus seperti dulu.