Rabu, 27 Februari 2013

Night Tracking


Jam menunjukan pukul 10 malam acara pesta topeng api unggun selesai, meninggalkan beberapa bara yang masih menyala, cekikikan tawa yang terdengar sepanjang perjalanan mengiringi mereka kembali menuju penginapan karena pengumumman yang telah disampaikan kepada peserta untuk segera tidur.

Di ruang panitia kami semua dikumpulkan untuk pengarahan acara night tracking, disitu beberapa teman ku sudah tertidur pulas karena sebelum pengarahan dilakukan kita diharuskan untuk tidur walaupun hanya beberapa menit saja.

Walaupun lelah tetap ku tidak bisa untuk terlelap, ku ambil jaket tebal dari tas karena suhu yang semakin dingin terasa, bersama temanku ku coba meminta kopi dan cemilan pada panitia konsumsi, hanya cemilan aku dapatkan dari teman-teman perempuan yang banyak membawanya, -belum sampai mendapatkan kopi- panitia acara night tracking sudah datang untuk mengumpulkan dan mempersiapkan semua panitia.

Setelah pengarahan panitia selesai dan semua persiapan dilakukan tepat pada jam 11 malam aku dan teman-temanku berangkat, kami -panitia- disebar ke dalam 5 pos inti penjagaan dan beberapa pos bayangan, pos inti berisi 3-4 orang pos bayangan hanya 2 orang.

aku mendapat jatah pos bayangan 8 bersama teman perempuanku -yang namanya tidak bisa aku sebutkan- yang itu berarti pos kami berada tepat di tengah hutan. Hanya 2 batang lilin satu senter, satu plastik cemilan -punya salah satu teman perempuan yang diam-diam aku bawa- dan satu gelas panjang air minum, hanya itu bekal yang aku dan temanku bawa untuk menjaga pos bayangan 8.

sesampainya di pos -tempat ku jaga- aku langsung cari tempat nyaman untuk di buat duduk dan bersandar tapi apa daya karena kita berdua tidak membawa alas untuk duduk, tidak seperti pos lain dengan bekal yang lengkap disertai alas yang nyaman, dengan berat hati kami merelakan pakaian kami untuk didudukan dan disandarkan pada tanah merah subur yang cocok digunakan untuk bertani.    

Setelah mengantar kami sampai di pos, tim independent melanjutkan mengantarkan sisanya menuju posnya masing-masing dengan meninggalkan taburan garam di sekitar pos kami yang itu sedikit membuatku parno akan tempat yang menjadi pos ku kali ini.

Setelah merasa nyaman, ku nyalakan lilin yang sudah kami bawa sebagai penerang pengganti lampu senter yang hanya satu buah itu, teman ku perempuan memegangi dan aku yang menyalakan ternyata tak berhasil karena volume api dari pemantik yang terlalu besar, kukecilkan dan ku coba lagi tetap tak bisa, sekali lagi tak bisa juga, dan lagi juga tetap tak bisa, dalam hati ku menyumpah-serapah dalam segala bahasa tetap saja tidak bisa.

Fikiranku mulai berjalan tak tentu arah hanya karena lilin yang tak mau nyala, memang angin waktu itu lumayan bertiup kencang tapi apa penyebabnya, mungkinkah penunggu tempat itu yang tidak terima ataukah.. argghh sialan kataku, direbutnya pemantik api dari tanganku dan dia -teman cewekku- berusaha menyalakanya pula dengan sedikit mengubur batang lilin paling bawah lalu akhirnya, menyala.

Lilin penerang berada di tengah-tengah kami memancarkan cahaya seadanya, kemanapun mata memandang dimana-mana hanya ada bayang-bayang gelap gulita yang kami lakukan selanjutnya hanyalah menunggu, menunggu, terus menunggu dan menunggu, selain itu mungkin ngemil, minum, dan melakukan pembicaraan ringan seterusnya tetap menunggu dan menunggu lagi datangnya peserta.

Lelah menyergap, kantuk pun datang hinggap hingga temanku meminta gantian untuk terlelap tanpa izin dariku kami pun tetap terjaga untuk tidak terlelap, dinginya malam manembus rongga-rongga jaketku membuatku tak sadar aku pun tertidur dengan iringan celote temanku yang sedang bercerita.

“pos 0 itu dimana?!” tanya temanku.
“Kalimantan..!!” spontan ku katakan.
“hah..!? dimana?” temanku kembali mengulangi menyadari keanehan ku.
“Kalimantan..!!” sekali lagi ku menjawab yang tak sadar hanya igauan yang keluar dari mulutku. Tanpa komando dia melompat menjauhi ku membuatku tersadar akan gerakanya.
Aku sudah terbangun mulai mencerna apa yang terjadi, ternyata dia berfikir aku kemasukan makhuk halus karna igauan ku yang melenceng dari pertanyaan yang dia tanyakan.

Bekal cemilan yang kami bawa sudah habis dan air hanya tinggal setengah akan tetapi para peserta belum juga datang, berkali-kali temanku duduk dan berdiri membuatku menanyakan apa yang sedang dia lakukan.

“perutku sakit Ar,,,!?” jawabnya dalam jawa.
“oh ya ues.. ntar tak mintakan minyak angin ke tim independent atau peserta yang datang”.

Tak lama kemudian tiga kelompok telah melewati pos bayangan kami dan kami mempersilahkan dan memberi arahan hati-hati menuju medan selanjutnya, apesnya dari mereka tidak ada yang membawa bekal minyak angin, kelompok selanjutnya yang datang masih juga lama.

“Ar,, sebenere aku kepingin pub, bukan sakit perut biasa” cengar-cengir dia mengatakan.
“hah..?! Ehmm.. p..pp..pengen pub?? Serius!!??” Dalam hati ku berteriak-teriak karena keterkejutan yang tidak biasa membayangkan seorang cewek ingin buang air besar dengan situasi tengah malam di tengah hutan yang hanya di dampingi seorang perjaka kebingungan disampingnya membuatku berfikir panjang bagaimana mengatasinya.

karena kebosanan, kebingungan dan keresahan temanku akan sakit perutnya akhirnya dia aku ajak jalan-jalan meninggakan pos menuju pos bayangan teman kami yang jaraknya lumayan dari tempat kami. Sampai di pos -dia yang pengen pub- mengajak kembali ke pos kami semula, aku turuti dan kembalilah kami.
Sampai di pos dia -yang pengen pub- mengambil senterku dan menyorot ke arah mata air yang terdengar tidak jauh dari pos kami berada, mata air itu kecil tidak lebar dengan aliran air yang membentuk selokan kecil mengalir,

“aku pub di situ ae yo..!?” tanyanya kepadaku meminta persetujuan,
“Ar.. udah gag tahan loh..!!”dia memaksa dengan logat jawa kental, gerakan cepat ingin menurunkan celananya, bingung ku dalam fikiran karna tak tahu apa yang harus aku lakukan, sialan, sialan.
“lho.. lho.. lho.. eh jangan dulu.. tuh tuh.. peserta datang, nanti ae mu tak barengkan mereka buat kembali ke basecamp” jawabku dengan gugup tanpa sadar membuat peluh menuruni kepalaku yang mungkin tak akan kelihatan tertutup gelapnya malam.

Sekilas aku fikir para peserta yang datang, ternyata 5 orang independent yang sedang keliling untuk memberi obat yang sedang sakit dan juga mengganti lilin per pos yang sudah mau habis, seketika itu aku bicarakan kesulitan kami dan akhirnya temanku -yang ingin pub- diganti dengan salah seorang dari tim independent untuk menemaniku menjaga pos, lega ku bernafas akhirnya selesailah masalah.

Beberapa kelompok lainya pun akhirnya lewat hingga hanya ±3 kelompok saja yang belum melewati pos bayanganku. Sepanjang ku menjaga dengan teman baru dari tim independent awalnya biasa hingga akhirnya menjadi benar-benar menyebalkan, mulai dari keluh kesah karena kedinginan dan juga bolak balik ingin minta bergabung saja dengan pos bayangan sebelum pos bayanganku.

Untuk yang satu ini tidak aku hiraukan permintaanya karna pos bayangan tempatku  mulai sedikit menanjak dengan medan berlumpur, yang jika ku tinggalkan penjagaanya mungkin bisa membahayakan keselamatan peserta.

Kelompok 8 dan 9 pun akhirnya lewat juga dan hanya kurang 1 kelompok lagi aku akan bisa mencicipi bagaimana indahnya untuk bisa terlelap. 2 anak penjaga pos bayangan reni dan heri -nama samaran- sebelum pos bayanganku, datang ke pos kami nimbrung karena jam sudah menunjukan setengah 4 pagi tapi kita belum juga selesai.

Pada pertengahan menunggu kelompok terakhir yang akan lewat, sesuatu yang tadi sudah terjadi terulang kembali dimana seketika itu kau akan teringat oleh suatu tempat karena kau benar-benar membutuhkanya, tempat dimana itu akan membuatmu mengeluarkan uang ataupun tidak, yah.. jamban tempat yang akan kau cari ketika kau ingin sekali untuk membuang-buang sesuatu yang menurutmu berlebihan.

Sedikit berbeda dengan teman satu posku yang ingin sekali pub sampai hampir tidak kuat, dia -reni- temanku dari pos sebelum pos ku secara sepontan mengatakan ingin sekali buang air kecil dengan gaya centil cerewetnya yang benar-benar tidak memperlihatkan kemampuan aslinya dalam perkuliahan, aku dan heri hanya menenangkan dan memintanya untuk sedikit menahan karena tidak lama lagi kelompok terakhir akan datang lalu kembali ke basecamp.

15 menit berikutnya kelompok terakhir tidak juga datang dan reni sudah duduk, berdiri, berjalan kesana kemari untuk menahan pipisnya yang mungkin sudah pada batasnya, seperti yang sudah dilakukan temanku sebelumnya, dia ambil lampu senter dan mencoba menyorot suara mata air yang terdengar dari posku, dari situ dia membuat keputusan memerintahkan kami -aku dan heri- untuk pergi sebentar karena dia ingin mengeluarkan apa yang ingin dia keluarkan.

Hanya sebentar kami pergi, ketika kami kembali reni dan teman pengganti satu posku bercanda satu sama lain dan itu kami anggap sebagai jawaban dalam otak kami sudah apa belum dia melakukanya, tak lama kemudian datanglah kelompok terakhir yang sudah kami tunggu-tunggu memberi mereka arahan dan dengan itu selesailah tugas kami untuk menjaga pos bayangan.

Sebelum meninggalkan pos kami membersihkan dan membawa kembali barang-barang yang sedari tadi kami bawa dan itu membuatku sedikit ingin membasahi kerongkonganku, ku cari botol minum yang dibawa reni tapi setelah kutemukan itu membuatku terkejut karena botol itu sudah kosong, dengan percaya dirinya reni tertawa terbahak membuatku heran apa yang ditertawakan.

Dengan berjalan menuju basecamp penginapan akhirnya ku menyadari kenapa botol minum itu kosong yang tak lain dan tak bukan botol itu sudah di pakai oleh reni sendiri yang kalian pasti tau dipakai untuk apa botol tersebut, akhir perjalanan sebelum sampai di penginapan hanya mengingatkanku kepada pemilik sepatu yang aku pakai karena bentuk dan warnanya sudah berbeda dengan ketika pertama kali meminjam.

Keputren


Pagi indah disambut dengan suara merdu kokok ayam yang saling bersaut-sautan dengan sinar mentari yang malu menunjukan dirinya karena sedang dibalut dengan kabut putih nan sejuk, sayup-sayup suara ibadah shubuh terdengar di setiap surau desa yang menunjukan aktivitas awal mereka.

Hari ini aku terbangun dengan ingatan akan acara ospek jurusan yang harus kuhadiri sebelum jam 5 pagi, dengan cepat ku terjaga dari perbaringan nyaman, ku lihat hp yang tergeletak disamping temanku berbaring sudah menunjukan pukul setengah 5 pagi.

ku buka pintu. hembusan sejuk angin pagi menyambutku. dengan sedikit berlari aku kembali ke kamar ku -karena malam itu ku menginap di kamar temanku- hampir terlupa untuk membawa sepatu milik temanku, kembali lagi lalu ku sisihkan kaos kakinya yang sudah lumayan wah dan ku bawa pergi sepatunya.

Setelah sholat dan semua persiapan sudah kulakukan ku lihat jam sekali lagi menunjukan pukul 05.10 WIB ku ambil kunci sepeda ku nyalakan lalu dengan tarikan kecil ku pacu sepeda motor yang setia menemaniku. aku pergi menuju fakultas tempat pemberangkatan acara ospek jurusan, berharap tidak hanya aku panitia ospek jurusan yang terlambat, satu persatu sms dan telefon masuk menanyakan keberadaanku:
“kamu dimana? Ayo cepet!”
“ya aku otw udah mau nyampek”

Sampai di depan gerbang fakultas ternyata semua peserta sudah berkumpul dan gerbang sudah di tutup dengan seorang temanku menjaga di luar layaknya satpam.
             “panitia datang terlambat !!” 

sentakan yang ku dan temanku -teman sesama panitia yang bertemu di jalan- terima pertama kali di pagi yang indah tersebut, sialan kataku perut belum terisi oleh nasi dan kopi tapi sudah kena nasehati.

Upacara pemberangkatan telah selesai dilakukan, perserta dan beberapa panitia diberangkatkan menggunakan 4 truk militer yang sudah di sewa, sisanya menggunakan sepeda motor untuk menuju ke camp keputren Jember tempat acara kami diadakan.

Dengan temanku sebagai petunjuk jalan kami pun -pengendara sepeda motor- berangkat bersamaan melewati beberapa sawah, perbukitan, dan  jalan kecil pedesaan lalu tikungan, tanjakan, dan turunan tajam dengan jalan bebatuan tidak beraspal kami lewati, bebatuan cadas yang tak tertata rapi secara langsung menguji kekuatan dari roda sepeda motor ku dengan tangan menahan goncangan, fikiran berlarian akan servis sepeda yang akan ku lakukan, Chelsea -nama sepeda ku- hanya diam bertahan.

Desa dengan hasil panen yang melimpah akan hasil kebunnya, melewati kebun durian membuatku terperangah akan banyaknya buah dengan bau manis menyengat bergantungan, membuat manusia tidak segan untuk mengeluarkan dompetnya. Hanya menelan ludah dan tenggelam dalam bayangan untuk menikmatinya. 

Akhirnya sampai di depan gapura pintu masuk tempat camp, yang ternyata baru kusadari masih kurang ±3km lagi menuju tempat kami menginap. memasuki perkebunan karet dan akhirnya sampai juga kita di camp penginapan. Kami disambut dengan pemandangan indah tebing pegunungan dengan angin sejuk menghempas dan suara air sungai yang membuatku penasaran sesejuk apa airnya.

Masuk ku dalam penginapan sudah di sambut dengan bau-bau pengap tidak pernah di pakai, aku dan beberapa panitia disitu menyiapkan semua perlengkapan yang akan dipakai ketika kegiatan berlangsung.

Kamar panitia dan pesertapun ditunjukan oleh temanku begitu juga dengan fungsi ruangan-ruangan lainya, di ruang tengah -tempat yang akan dipakai sebagai aula acara- terdapat tangga kayu menuju ke atas -loteng rumah tersebut- karena penasaran yang begitu besar ku minta temanku mengantarkan kesana, tidak ada apa-apa hanya ruangan pengap, kotor, berdebu biasa tapi dengan suasana agak berbeda dari ruangan-ruangan lainya.  

Truk yang mengangkut peserta dan sebagian panitia akhirnya datang, semua barang diturunkan dari truk dan dipersiapkan untuk acara, acara berlangsung. semua panitia bekerja sesuai tugas mereka begitu juga dengan aku yang langsung bergabung dengan peserta yang ku dampingi, bercengkrama, makan bersama, dan membicarakan penampilan yang akan dibawakan mereka saat acara pesta topeng api unggun.

Disela-sela kegiatan aku gunakan untuk mengistirahatkan urat-urat yang sedari tadi kugunakan untuk aktivitas, selain itu untuk bertemu dengan Sang Pemilik Kehidupan, Berjalan aku dan temanku dari surau menuju aula tengah untuk menemui peserta yang kita dampingi untuk melihat persiapan yang sudah mereka lakukan, dalam diam kusandarkan punggung yang sedari tadi menyangga tubuhku ini, sedikit tarikan nafas dalam merilekskan ketegangan, satu persatu dewi-dewi ciptaan Tuhan berjalan menarik perhatian tapi hanya tiga yang membuatku penasaran.

Dalam diam untuk beristrahat, fikiranku berputar ulang akan pembicaraan tadi siang dengan salah seorang peserta -cewek- yang sedikit membuatku tenggelam keheranan, benar tidaknya apa yang dikatakan, berawal dari percakapan basa-basi saling berkenalan hingga sampai pada pembahasan mistis mengenai tempat yang kita tempati.
“bukanya nakut-nakuti mas, tapi di loteng atas dekat tangga kayu banyak mata memandang ke arah kita”.
“loh.. kamu bisa lihat!?” tanyaku keheranan
“maka dari itu mas, sedari tadi aku nggak berani menengok kesana” jawabnya sambil menganguk
“eh kamu bisa buka mata batinku ndak!? Biar aku bisa lihat tembus pandang kayak kamu” pintaku sedikit cekikikan bersama temanku.
“ah mesum neh, masnya!!”. wajahnya merah karna kata-kataku tadi.

Beberapa panitia berusaha mempersiapkan kayu kering untuk api unggun, walaupun sedikit hujan pada beberapa jam sebelumnya mereka tetap yakin untuk menyalakan api ungun.

Malam pun datang kabut sore mulai terbentang tubuh gatal akan keringat yang tertahan tak sempat memikirkan untuk berniat membersihkan badan hanya dengan melakukan basuhan ringan sebelum menghadap Tuhan.

tak lama kemudian api unggun muncul dalam kobaran, sedikit menghangatkan semua disekitar perapian, tiba saat satu per satu penampilan dipersembahkan, sekali lagi aku terdiam tenggelam dalam pemikiran, suasana sejuk dan indahnya perbintangan alam semesta  membuatku tak sadar tenggelam dalam kerinduan tanpa tahu siapa gerangan yang sangat kurindukan.