Minggu, 01 Oktober 2023

Ra Bakal Rampung


L
agi-lagi tentang perdebatan hati, tetapi kali ini bukan hanya hati yang saling melempar argumen. Pikiran pun hadir menghadang, menghalau semua hal yang diyakini oleh hati. Memuntahkan segala hal dan pernyataan, hingga memunculkan pertanyaan. Sejauh ini hati hanya bertugas untuk merasakan sebuah 'rasa', sedang pikiran bertugas untuk melogikakan semua yang ada. Mereka berdua akan selalu bertempur untuk mendahulukan sebuah kepentingan yang pada akhirnya tak bisa dimengerti pun dipahami. 

Setiap manusia memiliki dua hal tersebut. Keduanya bak pisau bermata dua, tak jarang menyakiti seringkali membutakan arah. Masing-masing tak bisa dipilih untuk di utamakan, keduanya haruslah bisa berjalan selaras tanpa ada kepentingan. Mungkin, begitulah sebuah role mode terbentuk dalam wujud kehidupan. Selalu ada positif dan negatif, hitam dan putih, baik dan buruk, lingga dan yoni. Tidak ada diantara keduanya sebagai posisi tengah. Tidak untuk memilih salah satunya, pun keduanya. Keselarasan terbentuk sebab keanekaragaman. Heran, pun akan sangat sulit dijangkau oleh tolak ukur pikiran, tetapi begitulah adanya keberlangsungan.

Semuanya butuh pertahanan, tak jarang juga masih banyak yang mencari pegangan, sebab dasarnya segala yang ada berasal dari ketiadaan. Masing-masing memiliki penguat, atas apa yang sedang berjalan pada rute sebuah perjalanan. Sebab dasarnya perjalanan, sebuah tujuan menjadi pedoman, meski tak jarang pun tak sedikit yang masih belum paham akan sebuah tujuan. 

Berdasarkan sebuah tujuan, semua berlomba untuk mencari arah, menentukan arah, bahkan tak peduli dengan adanya arahan. Pada setiap arah yang berdasarkan patokan, keyakinan, kepercayaan juga ketidak pedulian. Selalu dan akan selamanya mengalami kebingungan dan mempertanyakan keberadaan. Meski tanpa sadar apa yang mereka pertanyakan adalah sebuah jawaban.

Kita adalah ketidak layakan yang tetap akan terus dianggap layak. Sebuah ketidak pantasan yang mulai dianggap pantas. Pun sebuah ketidak sempurnaan yang selalu merasa ingin disempurnakan. Tidak akan pernah ada tolak ukur, pada segala macam hal yang tidak bisa di ukur. Pada sebuah capai yang selalu berusaha ingin digapai. Pada sebuah batasan yang sebenarnya tidak akan pernah ada batas.

Sulit untuk dimengerti, oleh karenanya jangan pernah untuk coba memahami. Pada sebuah kerahasiaan yang memang harus tetap jadi rahasia. Pada sebuah rahasia yang belum waktunya untuk tidak menjadi sebuah rahasia. Tentang sebuah rahasia yang tidak beriring dengan kesiapan untuk mengetahuinya. Hingga pada sebuah rahasia yang memang sudah waktunya untuk tidak menjadi rahasia. 

Tentang sebuah keluh kesah, bukan menyerah. Tentang sebuah tujuan, sebagai pegangan. Pun tentang sebuah alasan, agar tetap bertahan. Kau adalah penentu atas apa yang ingin kau cari tahu. Kau adalah kebingungan atas sebuah pemahaman. Kau dan sayangnya ini bukan tentang kau, adalah jawaban atas banyaknya pertanyaan.[]