Mulai menulis lagi. Bukan menulis
dengan menggunakan alat tulis di atas secarik kertas atau buku, melainkan
menggunakan laptop yang beberapa bulan ini baru menemani saya. Sayang.. mungkin
baru kali ini si laptop yang saya berinama Asu ini akan menghasilkan tulisan
yang nantinya akan saya masukan ke dalam blog pribadi saya.
Kali ini akan bercerita tentang
tempat tinggal saya yang hanya di tempati beberapa hari saja. Kost adalah
pilihan pertama saat saya ditanya mau tinggal dimana selama menjadi mahasiswa.
Jauh dari orang tua, beranggapan bisa melakukan apa saja, dengan keinginan
untuk bebas saat sudah menjadi mahasiswa. Semua itu merupakan perwujudan karena
efek 5 tahun hidup di pondok pesantren. Seperti burung yang baru saja lepas
dari sangkar. Beranggapan bebas adalah saat hidup di luar sangkar, walaupun
sebenarnya bebas itu tak sebebas seperti yang burung itu kira saat berada di
dalam sangkar. Karena akan berlaku hukum alam, berburu atau di buru. Contoh
lain untuk mancari tahu makna bebas. Melihat binatang di dalam kebun binatang
dengan binatang di alam liar. Mana diantara keduannya yang bisa menjelaskan
makna bebas yang sebenarnya?
Kost saya terletak di jalan jawa
7. Yang terletak di belakang kampus sastra tempat saya di terima. Tidak terlalu
lebar memang. berukuran 3x3 dengan seperangkat lemari yang terbuat dari
triplek, meja belajar, juga tempat tidur dengan dipan sederhana. Di situ saya
hidup selama beberapa hari ke depan. Dengan beberapa kisah, juga teman. Di
tambak pak kos yang biasa dikenal dengan sebutan Pak Haji dan Istrinya yang
menganggap kami (anak kos.red) sebagai anaknya sendiri.
Saat itu hari pertama masuk
kuliah. Bukan perkuliahan, tapi pengenalan kehidupan kampus atau lebih di kenal
dengan PK2. Kegiatan yang di lakukan setiap tahun untuk menyambut mahasiswa
baru dan memperkenalkan mereka dengan kehidupan kampus. Seperti biasa saat PK2
semua di haruskan memakai seragam, hitam putih. celana kain atau rok hitam
dengan kemeja putih lengan panjang. Juga sepatu pantofel hitam. Saat itulah
saya mulai kebingungan, karena tidak tahu pengumumman mengenai hal ini. Yang
ada di fikiran adalah anak kuliahan itu tidak memakai seragam saat perkuliahan,
dari referensi beberapa film dan televisi.
Di situ saya mulai kebingungan. Dari banyak kamar kos yang ada di situ
saya hanya mengenal dua orang, karena sempat bertegur sapa dan mencari makan
bersama, mereka juga sama mahasiswa baru seperti saya.
Melalui mereka berdua saya
meminta tolong untuk meminjamkan kemeja putih untuk saya. Beberapa pintu di
ketuk dan di masuki tapi semuanya mengaku tak punya atau hanya ada satu dan
sedang mereka pakai. Hampir muncul niat untuk tidak ikut sampai akhirnya ada
ide untuk meminjam kepada pak kos. Dan akhirnya dapat. Hari pertama sampai
sepuluh hari terakhir saya memakai kemeja putih lengan panjang, dengan corak
garis-garis hitam tipis. Kemeja yang biasa di pakai kakek-kakek usia senja
untuk menghadiri acara tahlil atau ibadah. Lalu celana hitam -mangkak- jeans pensil dengan bawahan nguapret/ngepres
-style celana yang ngetrend saat itu-. Di tambah sepatu sport warna abu-abu.
Bersenjatakan mental yang kuat saya pun berangkat. mungkin ketika ada inspeksi,
saat itu juga saya akan di suruh pulang atau di jadikan objek tertawaan di
depan kelas.
Hanya 10 hari lamanya saya
tinggal di kos ini. Setelahnya saya memilih untuk hidup di pesantren kembali.
Entah mungkin karena tidak biasa dengan kehidupan di kos. bagi saya saat di kos
ruang lingkup hanya sebatas kamar saja, cenderung lebih terbiasa dengan suasana
ramai. Di mana kebersamaan menjadi saat yang menyenangkan.